Salju hari itu masih berjatuhan tak tentu arah, sorot
lampu jalanan tentunya membuat salju itu terlihat begitu banyak menghambur ke
tanah. Jalan itu mulai lenggang, yang
ada hanya segelintir pemuda yang berjalan agak cepat, mungkin mereka
kedinginan. Musim dingin yang bersalju seperti ini selalu bersuhu -3 sampai 1
derajat. Apalagi malam hari seperti ini, untuk keluar rumah saja minimal harus
memakai dua lapis celana, berlapis baju tentunya dengan jaket tebal dan
seperangkat alat musim dingin seperti sarung tangan, syal, penutup telinga dan topi
musim dingin. Ah, benar saja, ternyata gerombolan anak muda tadi banyak yang
tak pakai sarung tangan dan topi musim dingin. Makanya mereka berjalan agak sedikit
berlari. Sedang aku, masih duduk mengamati jendela yang mulai berembun. Ingin
sekali keluar berlarian untuk bermain salju. Namun rasa malas selalu saja
menghadangku untuk tidak keluar.
Hari ini istanbul turun salju, setelah dinanti-nanti
beberapa waktu akhirnya benar turun salju di istanbul. Perkiraan cuaca
sebenarnya mengatakan besok pagi, tapi ternyata malam ini salju sudah
berhamburan jatuh ke tanah. Ini sudah tahun ketigaku di Turki, khususnya di
Istanbul. Namun, melihat salju rasanya seperti baru melihatnya seumpama dulu
awal datang kesini. Rasanya tetap saja seperti baru melihat yang pertama, tak
pernah berubah. Mungkin karena di desaku tak mungkin ada salju. Jika ada salju,
bagaimana ayam peliharaan bapakku? Bisa mati kedinginan, atau dengan sawah
hijau di seberang desaku, mungkin tak pernah tumbuh lagi padinya. Makanya,
Allah serba adil. Allah hanya menurunkan hujan di desaku untuk kesuburan sawah,
hewan ternak dan terutama untuk penduduk desaku sendiri, tak pernah akan menurunkan
salju seperti di istanbul ini.
“Rasyid, ne yapiyorsun? Ders calisiyor musun ? Yarin
sinavimiz var ki, niye bos bos oturuyorsun?” Kata-kata dari salah seorang
kawan turki itu mengagetkanku. “Kar Yagiyormus, ne guzel bir kar ! Cok
sevdim ben.” Jawabku sekenanya. “Hadi beraber ders calisalim !”
tambahnya. “Tamam kardes”. Jawabku mengiyakan ajakan dia untuk belajar
bersama. Temanku ini namanya Hakan, dia berasal dari kota timur Turki, Agri. Sebenarnya
dia bukan orang turki tapi kurdi, begitu pengakuannya. Tapi aku menganggap
mereka sama. Mereka keturunan kerajaan usmani yang memegang dunia hampir 600
abad lamanya. Aku dan Hakan adalah teman baik. Kami sama satu jurusan yaitu
Hubungan Internasional (HI) di Istanbul University. Dia termasuk salah satu
anak yang paling rajin di kelas. Dan terkadang akulah yang banyak meminta
catatan dari dia, karena kesulitanku dalam bahasa turki masih menjadi hambatan
sampai sekarang. Aku memang sekarang sudah tahun ketiga, namun aku masih di
kelas pertama. Tahun pertama adalah Persiapan bahasa turki selama setahun.
Tahun kedua adalah persiapan bahasa inggris, karena ketika diadakan tes
penyetaraan, aku masih berada di indonesia yang waktu itu sedang liburan musim
panas. Dan buruknya lagi, aku juga tak punya skor toefl seperti yang lain.
Makanya aku diwajibkan untuk ikut persiapan bahasa inggris selama setahun.
Namun, semuanya berjalan begitu cepat. Dan di waktu itulah aku berkenalan
dengan hakan. Kita selalu sebangku. Dan Hakan selalu menanyakan kesulitan
bahasa inggrisnya kepadaku. Karena memang begitulah orang turki, mereka sulit
sekali belajar bahasa asing. Namun, berbeda dengan Hakan. Dia sangat rajin
mempraktekkan bahasa inggrisnya bersamaku. Makanya banyak sekali perubahan
bahasa inggrisnya dari awal belajar dulu sampai sekarang.
*****
Burung –burung dara berterbangan menjurus ke jagung yang
disebar anak lelaki diseberang itu. Air mancur menari indah di kolam air taman
ini. Ini adalah taman ‘Guven Park’ atau dalam bahasa indonesia ‘taman
kepercayaan’. Taman ini berada tepat di tengah kota Ankara, dan merupakan
kawasan paling ramai di Ankara, yaitu Kizilay. Taman ini dibangun oleh salah
seorang arsitek terkenal dari Austria bernama C. Holzmeister. Rencana
pembangunan tersebut memang tepat ditengah Kizilay meydani ini. Dan di taman
ini ada 3 simbol monumen, yaitu monumen kepercayaan terhadap kepolisian bangsa
Turki, kemudian monumen perang Kurtulus bersamaan dengan gerakan revolusi turki
dan perwakilan orang cerdas, yang terakhir adalah monumen petani yang bekerja
di ladang. Monumen ini selesai dibangun tahun 1935. Panjang dari monumen ini
adalah 37 m, lebar 8 m dan tingginya 2 m. Dan di depan, tepatnya di depan patung
yang menghadap ke kolam air mancur ini terdapat tulisan dari Ataturk “Türk,
Öğün, Çalış, Güven” yang artinya “Bangsa Turki, Makanan (pangan), Kerja,
Kepercayaan”.
Sementara aku masih duduk di atas batu marmer di sekitar
tamam ini menunggu kawan lamaku yang belajar di Ankara. Kami berencana ketemuan
disini pukul 10.00 namun sudah jam 10.15 ia tak kunjung datang. Tempat ini
memang sering digunakan untuk tempat ketemuan anak indonesia di Ankara. Selama
di Turki inilah kunjungan ketigaku di Ankara, dan sebelum-sebelumnya pun kami
merencanakan ketemuan di tempat ini. Hanya saja 2 kunjungan sebelumnya tidak
untuk liburan, tapi untuk menghadiri Acara di Wisma Duta Indonesia dan seminar
yang diadakan oleh lembaga Turki, SETA.
Ankara begitu menggigil pagi ini, kota tumbuh kembang
sekuler di Turki ini begitu dingin ketika musim dingin seperti ini. Tak heran
jika semua orang memakai pakaian serba tebal dan berlapis, termasuk aku
sendiri. Dinginnya Ankara melebihi Istanbul, dingin disini menggigil. Walaupun
setauku sampai saat ini belum turun salju disini. Di karenakan daerah Ankara
yang lebih tinggi, menyebabkan Ankara lebih dingin.
Ini adalah liburan musim dinginku di Ankara yang
pertama, sebab sebelumnya aku lebih memilih kota Bursa ataupun Kayseri untuk
bermain sky di gunung uludag ataupun Erciyes. Namun kali ini ingin merasakan
hal lain di Ankara. Bersama seorang teman, namanya Hamid. Dia seangkatan
denganku. Dia ambil jurusan ilahiyat di Ankara University. Dia bilang jurusan
ilahiyat di Ankara adalah jurusan ilahiyat yang dibuka pertama kali di turki.
Tapi aku selalu menyanggah, kalau di istanbul tentu lebih bagus. Selain belajar
di kampus bisa juga belajar sejarahnya langsung. Walaupun begitu, ia hanya
tersenyum “Udah, ini kan yang di takdirkan Allah. Dan Alhamdulillah sudah
diberi kesempatan belajar diluar negeri.”
Aku hanya menjawab “Alhamdulillah ya mid, Allah memberikan kita yang
terbaik”. Jam tanganku menunjukkan pukul 10.30, tanpa pikir panjang aku
langsung menguhubungi nomernya Ketika panggilanku masuk, ada seorang yang
menepuk pundakku dari belakang. Sontak aku terkaget. “Udah lama syid ? Maaf
Yo, tadi rencananya naik bis, tapi bisnya lama gak dateng. Akhirnya aku jalan
menuju stasiun metro terdekat. Trus naik metro”. Sahut Hamid sembari
bersalaman dan melakukan ritual seperti orang Turki ketika bertemu teman.
Saling me.. kepala ke kanan dan kiri. “Udah hampir setengah jam ki mid, aku
nunggu sampe kademen nang kene”. Kalau bertemu Hamid, pasti yang keluar
adalah bahasa Jawaku. Entahlah, Aku lebih nyaman menggunakan bahasa jawa dengan
hamid dibanding bahasa Indonesia. Hamid orang Demak, sedang aku aslinya
semarang tapi SMA di Solo. Kami bertemu di Kedutaan Turki Jakarta ketika mau
buat Visa. Waktu itu aku mengenal Hamid seorang yang pendiam. Tidak seperti aku
yang sering ceplas ceplos. Namun itulah yang ternyata membuat kami begitu akrab.
Dia yang pendiam justru membuat aku lebih nyaman. Orang yang cerewet ketika
bertemu dengan orang pendiam biasanya menyatu. Tapi kalau ketemu sama
cerewetnya malah jadi heri (heboh sendiri). “Aku jadinya nginep rumahmu tho
mid?” Sahutku sekenanya menanyakan dimana aku akan tinggal. “Iya syid,
ada 2 kamar kosong. Soalnya 2 temen Turki ku sudah pada pulang kampung”.
Jawabnya dengan sorot mata meyakinkan. “Yuk kita segera ke Metro, diluar
dingin sekali syid”. Aku mengiyakan dan membuntuti dia. Pasalnya walaupun
aku sudah dua kali ke Ankara, namun tetap saja masih agak bingung soal
transportasi disini. Walaupun Istanbul lebih membingungkan lagi daripada
disini.
Hamid tinggal di rumah bersama kawan turki seperti aku.
Rumahnya di daerah Tandogan. Karena kata dia kampusnya dekat dengan rumah.
Makanya dia memilih daerah itu. Daerah Tandogan terdapat tempat paling banyak
dikunjungin wisatawan. Apalagi kalau bukan Anitkabir, makam Pencetus sekuler
Turki, Kemal Ataturk. Ketika dulu aku tanya sama dia kenapa milih tempat itu,
alasannya tak pernah berubah, karena dekat dengan kampus katanya. Dulunya Hamid
tinggal di Asrama pemerintah di daerah cebeci. Namun, karena bosan dan waktu
itu diajak sama teman Turkinya, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari asrama
dan memilih tinggal di rumah. Begitupun dengan aku, sekarang aku tinggal di
rumah salah satu jemaat di Istanbul. Namun Hamid tinggal bersama kawan
ilahiyatnya di rumah. Sekarang Hamid juga masih kelas 1 sama sepertiku. Karena
setaun yang lalu ia juga terlewatkan ujian bahasa arab karena masih berada di
Indonesia. Akhirnya setahun, ia juga harus mengikuti persiapan bahasa arab di
kampus. Walaupun sebenarnya ia adalah seorang lulusan Pondok terkenal di demak,
Pondok Al-Anwar yang dipimpin Kyai H. Abdul Bashir Hamzah. Dan Kyai tersebut
ternyata adalah bapak teman sekelasku waktu SMA di Solo. Dan sekarang temanku
itu mendapat beasiswa di Al-Azhar, Mesir.
“Besok kita akan pergi ke Youth without Frontiers
dernegi, kita disana akan ikut rapat membahas tentang Youth winter program
selama 4 di Ankara, yang inshaAllah akan diadakan minggu depan”. Aku
terkaget-kaget, bukannya di Ankara aku akan liburan. Kok malah disuruh ikut
rapat organisasi sih. “Yah, aku kirain kita akan jalan-jalan di Ankara. Kok
malah ngadain kegiatan”. Jawabku sedikit ngeles untuk tidak mau ikutan. “Tenang
saja, di acara ini kita akan mengadakan jalan-jalan juga keliling Ankara di
akhir acara”. “Boleh deh”.
Jawabku dengan nada sedikit kurang puas.
*****
“Kita berharap acara kita ini akan sukses, dan saya mohon bantuan serta
kerjasama dari rekan semua. Terimaksih saya ucapkan atas kesediaan rekan untuk
jadi panitia di acara kita minggu ini”. Begitulah sambutan dari ketua
pelaksana Acara Youth winter program ini, yang aku juga baru tahu namanya
adalah Ahmet Badir.
Hari pertama ini adalah kegiatan seminar tentang “Genc ve Bizim Ulkemiz”
atau Kepemudaan dan negara kita. Seminar ini menghadirkan Menteri Pemuda dan
Olahraga Turki, Akif Cagatay Kilic dan Kepala
lembaga riset Turki TUBITAK, Prof. Dr. Yücel ALTUNBAŞAK. Menteri Pemuda dan
olahraga lebih memaparkan kepada pentingnya pemuda untuk negara. Bahwa Pemuda
merupakan cita-cita dari bangsa, utamanya Turki. Beliau menjelaskan juga
banyaknya sekarang atlet, pelajar dan pemuda Turki yang mengharumkan nama
bangsa, baik tingkat nasional maupun internasional. Sedang Kepala badan Riset
TUBITAK menjelaskan sekarang waktunya bagi Turki untuk mengembangkan banyak
riset dan menemukan penemuan baru. Dan Tutur Beliau, bahwa Tubitak saat ini
sedang gencar memberikan beasiswa bagi para pemuda, khususnya pelajar di
Universitas untuk melakukan riset. Dan TUBITAK, tambah beliau, akan
meningkatkan olimpiade dan perlombaan untuk penelitian dan riset bagi mahasiswa
di kampus Turki. Tampaknya hadirin begitu antusisas ketika tiba waktunya tanya
jawab, ada yang bertanya tentang bagaimana salah satu cara menjadi pemuda yang
hebat, ada juga yang bagaimana cara mengembangkan ide untuk peneltian hingga
ada pertanyaan, “bagaimana jika lembaga ini bekerjasama dengan negara asing,
semisal indonesia. Karena sepertinya motif dan tujuan indonesia dan Turki
adalah sama, menggencarkan banyak riset dan memotivasi penemuan baru bagi para
pemudanya”. Aku mengenal suara itu, ya, dia Hamid. Sepertinya dia juga tak
mau kehilangan momen untuk bertanya. “Itu juga merupakan tujuan kita, tujuan
panjang kita adalah bekerjasama dengan negara lain dalam pengembangan riset dan
penelitian. Dan InshaAllah kita akan memulainya pertengahan tahun 2015
mendatang. Semoga nanti bisa juga bekerjasama dengan Indonesia, utamanya di
Indonesia yang merupakan negara agraris. Bisa jadi turki juga akan bekerjasama
dalam bidang kelautan, semisal”. Jawaban dari Kepala bidang TUBITAK begitu
meyakinkan. Hamid juga tersenyum puas. Minimal, kita sebagai pemuda Indonesia,
di negara orang juga bisa berkontribusi untuk Indonesia walaupun caranya
berbeda. Acara itu di tutup dengan makan malam bersama, Acara tersebut
sepertinya ramai dimedia Turki. Dan ini merupakan acara yang menurutku memang
cocok bagi para mahasiswa seperti aku dan Hamid. Apalagi menjadi panitia di
acara ini.
Mendung tetap menyelimuti Ankara hingga malam, suara
mobil di luar menderu-deru berlalu lalang. Tampaknya aku dan Hamid harus pulang
dulu. Besok acaranya adalah mengunjungi rumah sakit di Hacetepe hastanesi dan
Panti Jompo di daerah Cankaya. Akhirnya Aku dan Hamid berpamitan dengan teman
yang lain, kami berjalan sedikit ke Arah Ankaray kolej. Karena acara tersebut
memang dilaksanakan di daerah kolej. Dari kolej menuju Tandogan sekitar 5
stasiun, termasuk melewati stasiun kizilay.
Hari ini Ankara Cerah sumringah, walaupun suhu tetap
berkisar dari 3-6 derajat. Tapi setidaknya sinar matahari mengahangatkan tubuh
kami yang dibalut tebalnya jaket musim dingin. Kami akhirnya sampai di
Hacettepe Hastanesi di daerah sihhiye. Kami kemudian mendapat arahan dari ketua
panitia, masuk ke rumah sakit dan menghibur anak-anak kecil yang sakit disana.
Kami masuk bersamaan, namun kemudian berpencar-pencar ketika memasuki kawasan
rumah sakit anak. Kami sudah menyiapkan balon, coklat, topi, terompet, boneka,
mobil-mobilan dan semua perlengkapan main anak kecil. Kami berusaha membuat
mereka melupakan sejenak rasa sakit dan tersenyum ceria walaupun menderita
penyakit. Hari itu benar-benar indah, aku merasakan adanya ikatan kami dengan
anak kecil itu seperti saudara sendiri. Akupun jadi teringat adikku di
Indonesia, mungkin mereka seumuran dengan adikku. Semoga Allah selalu menjaga
adik, dan keluargaku di rumah. Doaku dalam hati.
Kemudian kami keluar dari rumah sakit menuju bis yang
tadi pagi mengantar kami kesini. Kami langsung menuju daerah Cankaya. Kami
menuju Hilal Mah. 626. Cad. (Aleksander Dupçek Cad.) 680. Sok di daerah
Cankaya, disana ada panti jompo (Huzurevi) bernama ALTINÇATI HUZUREVİ. Kami
berencana makan siang bersama para kakek dan nenek yang tinggal disana. Dan
ketika sampai disana kami langsung masuk dan banyak sekali kakek dan nenek yang
mengambur kepelukan kami, banyak yang ingat anaknya, ingat cucunya dan lain
sebagainya. Kami berusaha menghibur mereka, dan kamipun makan bersama mereka di
huzurevi tersebut. Sungguh hari ini beranr-benar berkesan, kami di ajak untuk
melihat lingkungan kami, ada anak kecil yang sakit ada juga orang tua yang
sepuh ditinggal oleh anaknya dll. Kami, di ajarkan untuk tetap peduli. Karena
pemuda seperti kamilah yang memang harus peduli dalam kondisi seperti ini di
masyarakat.
Program hari ke empat ini kami akan mengunjungi salah
satu perusaan air minum bersoda di beypazari. Kami melakukan perjalanan hampir
1.5 jam lebih dari pusat kota Ankara. Beypazari ini walaupun tergolong jauh
dari Ankara, namun masih masuk dalam wilayah Ankara. Akhirnya kami sampai di
perusahaan air minum tersebut. Kami langsung disuguhi satu botol minuman
tersebut secara gratis. Kemudian kami mendengarkan penjelasan dari salah
seorang karyawan di perusahaan tersebut. Sedikit yang aku tangkap, bahwa air
soda ini sangat bermanfaat, jika diminum setelah menghisap rokok, maka bahasa
rokoknya akan sedikit berkurang. Juga bahwa perusahaan ini sekarang sudah
mengekspor air minum ini hampir ke 15 negara di eropa dan Asia. Dan Di Turki
ini, perusahaan ini merupakan perusahaan air minum soda terbaik imbuhnya.
Kami kemudian di antar sampai di Pazar nya, dan
meneruskan jalan-jalan sendiri disana dan diberi waktu satu setengah jam untuk
berkumpul kembali. Aku dan Hamid hanya ikut dengan beberapa rombongan yang
lain, ada yang masuk museum, ada yang beli oleh-oleh ada juga yang hanya duduk
menunggu. Di Beypazari ini terkenal sekali dengan wortelnya. Beypazar ini
merupakan penghasil wortel nomer satu di turki. Makanya di tengah-tengah pasar
ada monumen wortel besar. Kemudian juga dengan rumah khasnya, dibeypazari ini rumah-rumah
masih khas seperti rumah kuno di Anadolu.
Setelah akhirnya berkumpul semua, akhirnya kami bersiap
pulang. Namun sebelum itu kami diampirkan dulu di sebuah bukit tertinggi di
beypazari ini, dari bukit itu terlihat seluruh pemandangan beypazari ini, indah
sekali. Rumah-rumah bermodel kuno yang masih di rawat. Tebing-tebing berwarna
kecoklatan yang mencorak. Dan tentunya sunset martahari dari bukit ini begitu
menyita perhatian kami. Dan momen itu tentunya kami abadikan di kamera dan
ponsel kami.
Dan ini adalah hari terakhir, kami akan disuguhi oleh
tempat permainan sky di daerah puncak Ankara, elmadag. Ternyata yang di daerah
kota Ankara tak turun salju, namun gunung di Ankara ini sudah dipenuhi
pemandangan putih dari jauh. Kami berangkat pukul 10.00, dan sampai di tempat
tepat hampir satu jam. Langsung kami menuju tempat penyewaan sepatu, alat sky
dan kebutuhan lain. Setelah semua siap, tanpa pengarahan kami langsung bubar
sendiri-sendiri menuju hamparan salju di puncak gunung ini. Yang jelas, kami
hanya diberitahu bahwa kami bisa main sky sampai pukul 15.00. Semuanya langsung
pada posisi masing-masing, ada yang berseluncur dari atas ke bawah, ada yang
masih latihan berdiri, ada yang malah duduk karena takut, ada pula yang malah
mainan salju. Sedang aku yang sudah pernah bermain sky, sepertinya tanpa perlu
pengarahan sudah langsung berseluncur. Walaupun pertama-tama perlu pemanasan
agar tidak kram nanti. Begitupula dengan Hamid, dia sepertinya sudah agak
profesional, meski kadang masih terjatuh karena kesulitan mengerem.
Tepat hari itu kami menuntaskan program kami selama 4
hari dengan Youth Without Frontiers. Kami benar-benar diajak bekerjasama
mengelola acara ini. Kami juga diajak memikirkan bagaimana sih sejatinya
menjadi pemuda yang bermanfaat bagi diri kita sendiri maupun orang lain di
sekitar kita. Dan tentunya itupun kembali pada diri kita sendiri. Sudikah kita
yang memulai perubahan itu dari diri kita. Ataukah kita yang menunggu orang
lain, sedang yang ditunggu ternyata hanya diam saja. Rasanya aku benar-benar
puas diajak berlibur Hamid di Ankara musim dingin ini. Dan tak disangka
ternyata liburanku sudah hampir selesai disini. Aku harus pulang ke Istanbul 2
hari lagi sebelum kuliah semester 2 dimulai.
***
Selat Bosphorus yang setiap harinya menyeberangkan
ratusan kapal dari asia ke eropa atau sebaliknya begitu tenang hari ini.
Jembatan yang menjulang tinggi dan gagah mempersatukan dua benua itu padat
merayap. Burung camar berkicau dan berhamburan dari berbagai arah menuju kapal
yang lewat. Pemandangan di Istanbul tak pernah berubah, namun memandangnya pun
jua tak pernah bosan. Aku yang sudah hampir 3 tahun disini tak pernah bosan
tinggal disini. Walaupun kemacetan, kriminal dan kepadatan disini begitu
menyiksa. Namun kota ini selalu menjadi harapan untuk tetap hidup dan bertahan
di Turki sampai menyelesaikan pendidikan disini.
Kegiatan yang beberapa waktu lalu di Ankara akan terus
aku jadikan momentum untuk memulai. Sebagai pemuda Indonesia, kita adalah harapan,
Kita adalah tonggak. Maka jika kita tegak, negara kita akan tegak. Sembari
menunggu azan magrib di Masjid samping laut ini, aku menuliskan sesuatu di secarik
kertas. Tulisan untuk terus membakar kobaran semangat dalam jiwaku.
-Jika kau harus mati, maka matilah karena membela Tanah Airmu. Jika kau
masih bisa melanjutkan hidup, maka terus tegakkan Negaramu. Sampai suatu saat
nanti, kakimu masih bisa berdiri dan berkatalah “umurku masih ratusan tahun
lagi”.- Ortakoy Camii, 30-12-2014
Ditulis di Ankara,
03-01-15
0 comments