Puisi di Ankara

Ankara kering, tapi ia dingin menggigil.
Kadang di tengah kerumunan, ia sepi, dan menepi.
Engkau tau, ada rasa yang ingin tak pernah hilang
Menerpa bersama hangatnya matari yang samar
Ia hanya menyilau, tak menghangatkan.
Tapi ia nyaman, dalam jiwa
Aku ingin menggapainya sekali lagi tapi tak mampu. Kadang..  4-12-16

Aku dingin menggigil, dan kau semakin tak mengerti saja.
Berlalu waktu waktu bersama,

dan perpisahan segera menyambut.
Aku hampir menyerah, dan menghilang bersama raga asa.
Tapi, sepatah keheningan malam yang kau tiupkan menyeruakkan rasa
yang pernah ada.
Aku mengigil dingin, membersamai dering waktu yang melesat begitu cepat.
Tapi, kau urung menemani.
Mendiamkan aku, dan aku tak mengerti 7-12-16


Ankara, kau menggigil lagi. Dan aku menyepi.
Menaruhkan harapan harapan pada pelukan mu yang terakhir.
Meruamkan segala gundah yang terlewati beberapa masa ini.

Aku, sekarang tau.. engkau berubah, lebih percaya padaku. Lebih mendekat padaku. Dan lebih menaruh pada rasa yang kita rajut.
Aku.. sekarang merentas lagi. Meluaskan mimpi yang belum terlaksana.
Menghapus jejak jejak yang usang. Dan memperbaiki jalan, yang belum setengahnya terlewati.
Ankara, engkau menggigil. Dan hatiku akan ada selalu disini. Entah itu menyepi, atau tetap pada pendirian untuk tegar.
Aku, melangkah lagi. Perlahan. Dan engkau mengantarkan ku hingga pucuk cita yang kita hempaskan termaknai.
Antara menggigil dan rasa ini. Aku masih belum mengerti, tapi perlahan aku mulai memahami. 8-12-16

0 comments