Ibuk, bersama adek |
Pernah aku mengira bahwa ibuku bawel, kadang kalau aku lagi males dan santai ia sering menyuruhku untuk mengerjakan pr dari sekolah. Pun ketika hari minggu, ia menyuruhku untuk menghafalkan perkalian dari tabel yang sering aku peroleh dari sepatu sekolah bermerk ATT. Susah sekali rasanya, namun aku tetap mencoba untuk menurut. Kadang ia menyimakku lalu menanyakan soal perkalian yang sudah aku hafalkan. Kadang sedikit mengeraskan suara ketika aku selalu salah menjawab pertanyaannya. Namun, kini aku sadar bahwa kalau waktu itu tak ada paksaan untuk menghafalkan perkalian mungkin aku tak akan pernah bisa mengerjakan soal matematika hingga sekarang.
Ketika ada teman yang satu kelas denganku lebih rajin dariku, ibu selalu membanding-bandingkan aku dengannnya. Aku kadang sampai menjawab ambil aja anak itu buat anak ibu. Tapi, ia tak pernah memarahiku. Hanya menasehati, walaupun kadang aku jiga merasa sebal dengan nasehatnya. Tapi aku kini tahu, bahwa ibuku menginginkan aku menjadi anak yang rajin. Bukan menajdi malas-malasan.
Ketika tak ada kerjaan, di rumah sering sekali aku melihat tayangan di televisi. Menikmati liburan juga seringnya dihabiskan di depan tv. Ibu ku kadang bilang, “kamu mbok kalau liiburan sekali-kali keluar sana, Maen sama temen-temen di luar”. Lalu, kadang ada hari-hari dimana aku tak pulang ke rumah, karena nginep di rumah kawan. Atau sedang di kota lain. Ketika pulang ibuk bilang “Kamu pas liburan kok malah maen terus tho Rid, mbuk yo di rumah gitu loh”. Nah loh, pas kemaren di rumah disuruh maen keluar, pas seringnya di luar malah suruh di rumah. Lalu aku paham, jika ibuk juga kadang merasa jenuh melihat anaknya kosong terus di rumah. Ia pengen anaknya berkembang di luar. Lalu juga tidak serta merta lama-lama di luar kemudian meninggalkan rumah. Ibuk, baper. hihi.
Buk, kadang aku melupakan ibuk. Tapi doa mu selalu menjadi penghubung yang tak pernah putus. Kadang, kalau lagi kangen buk e pasti nangis. Cengeng banget emang. Tapi mau digimana, wong jauh banget dari ibuk. Harus 14 jam naik pesawat, ditambah 10 jam naik bis. Dengan biaya yang ga seberapa. Bahkan kadang nabung dua tahun juga ga cukup. hiks. (ini nulis sambil nangis ternyata)
Buk, tahun depan aku pulang ndak ya ? Kalau pulang kok belum jadi anak yang ibuk banggakan dan inginkan selama ini. Kalau gak pulang kok kaya udah ndak kuat lama-lama ndak liat ibuk.
Buk, desa kita belum ada koneksi internet yang bagus ya ? Abah juga sibuk terus ya ? Kapan mau videocall lagi ? Sudah satu tahun gabisa video call. Kemaren musim panas mau videocall tapi sinyalnya putus-putus trsu ndak jadi. Aku udah kangen dengan wajah ibuk. Kenapa nyari di album foto ndak ada. Kenapa ibuk ndak ada di foto ? Kenapa ibuk ndak punya hape ? YaAllahhhh…
Buk, maafkan Farid yang bisa nya cuma ndoain aja. Ndak bisa ngasih apa2. Tapi engkau udah memberi hidup buk. Teruslah memberi hidup untuk Farid lewat doa mu buk. Salam kangen dari Turki. Insallah Farid akan baik-baik saja.
Ibu, aku berjalan di bawah rintik hujan sendiri. Tanpa ada yang memayungiku. Tapi, payung doa mu melindungi ku dari terpaan hidup.
Ibu, malam malam aku terbangun, merasakan hawa dingin dan malam pekat. Tak ada yang menyelimuti ku, tapi selimut petuahmu selalu menjadi penghangat jiwaku.
Ibu, aku sakit dan tak ada yang merawatku seperti dirimu. Tapi pengorbanan mu selalu jadi obat tuk segala lara.
Ibu, kadang waktu sudah larut tapi aku susah terpejam. Tak ada yang menina bobokkan aku sepertimu. Tapi suaramu selalu buat ku lelap dan nyaman di sampingku.
Buk, anakmu sudah lama merantau jauh. Hingga kadang melupa mu.
Tapi engkau, selalu sebut namaku dalam sujud doa mu.
Buk, tunggulah aku. Teruslah sehat. Teruslah hidup. Teruslah bersemi dalam hidupku, buk.
*Ditulis dengan tetes rerindu yang jatuh dari pelupuk hati**
1 comments: