Senin (17/06/2019) masuk pertama kerja di
Tribunnews menjadi pengalaman yang mungkin tak terlupa. Setelah dinyatakan
lolos seleksi wawancara sebelum bulan puasa lalu, kemudian menunggu lebih dari
sebulan untuk tes kesehatan dengan penuh ketidaksabaran, akhirnya hari yang
ditunggu itu datang juga, yaitu hari ini. Sebelumnya, dua hari lalu ketika
tanda tangan kontrak, saya bersama 20-an orang yang diterima kerja di Tribunnews
dengan macam-macam penempatan, terlihat begitu antusias untuk segera memulai
bekerja. Namun sebelum kita benar-benar bisa menjadi seorang jurnalis disini,
kita harus mengikuti program training selama 2 minggu full, mulai dari pukul
08.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Walaupun jam pelaksanaannya terlihat sangat padat,
namun kami tetap menunjukkan semangat dan antusias yang tinggi di training kali
ini.
Program training hari ini dibuka dengan
sebuah pretest dari HRD tentang pengetahuan dasar jurnalistik dan
Tribun. Saya yang belum pernah mengikuti pelatihan tentang jurnalistik (namun
memiliki passion dan minat dalam bidang ini), mencoba untuk menerka-nerka
jawaban dan menuliskannya sebaik mungkin. Walaupun hasilnya pasti masih banyak
kekurangan, namun setidaknya saya sudah mencoba sebisa saya. Lalu, saya
bertekad untuk mendalami hal-hal dari pertanyaan yang belum mampu saya jawab
tadi di training kali ini. Saya harus mengejar ketertinggalan dari teman-teman
yang lain, yang memiliki latar belakang pendidikan di dunia jurnalistik ini.
Program berlanjut dengan menyanyikan mars
Tribun dan perkenalan dengan petinggi-petinggi Tribun Solo. Muka-muka mereka
terlihat bergitu ramah memperkenalkan diri dan menyambut kami. Saya bisa
merasakan adanya getaran semangat dan ilmu yang siap mereka bagikan kepada kami
“sang jurnalis muda”.
Lalu, sesi utama dimulai dengan pembahasan
serius dari Bang Dahlan Dahi yang sekarang merupakan General Manager di
Tribunnews, tentang pergerakan teknologi dan media sosial serta arus besar
teknologi masa kini dan masa depannya untuk manusia. Jujur, memang cukup susah
untuk mencerna penjelasan dari beliau. Namun ada satu hal yang saya amati dari
tema yang disampaikan beliau di sesi ini. Bahwa kita sebagai jurnalis atau
sebagai anak millenial, tidak boleh hanya sekadar melihat apapun (bisa
teknologi dan media sosial) dari yang ada saat ini saja. Namun kita juga harus
peka dengan pergerakannya, perubahannya dan inovasi-inovasinya yang akan
terjadi di masa depan. Sehingga kita bisa menyiapkan sebaik mungkin, agar di
masa depan kita tidak tertinggal dan kaget dengan perubahan yang ada.
Dari penjelasan beliau tentang perubahan
teknologi dunia, dengan menampilkan beberapa cuplikan robot Shopia yang
tercanggih saat ini, kemudian membandingkannya dengan robot Asimo yang
merupakan robot buatan jepang tercanggih tahun 2000, terlihat bahwa perubahan
teknologi itu merupakan keniscayaan. Tidak bisa dicegah dan akan terus terjadi.
Pun dengan manusia, mereka tidak akan merasa puas untuk membuat sesuatu yang
baru dari tahun ke tahun hingga masa depan nanti. Selain itu beliau juga
menerangkan tentang quantum computing, sebuah program komputer yang
lebih baik ribuan kali daripada yang ada sekarang. Beliau menekankan kepada kita
untuk paham dengan arus pergerakan ini dan harus pandai dalam menghadapinya.
Setelah ishoma, sesi pembahasan
dilanjutkan oleh bang Dahlan kembali dengan menunjukkan google analitycs
untuk situs berita Kompas Grup. Beliau juga mengenalkan tentang bagaimana
selama ini para user tersebut mengakses web Tribunnews. Beliau
menerangkan sebab dari para user mengakses berita ; Relevance,
Sosiografi, Psikografi dan Demografi. Beliau juga menjelaskan bagaimana tipe
berita yang biasanya disukai user. Bahwa kita harus membuat berita itu
simpel, karena musuh utama kita adalah kerumitan. Beliau menekankan kepada kita
untuk selalu menulis sesuai dengan bahasa manusia yang simpel, sederhana dan
mudah dicerna.
Sesi selanjutnya diisi oleh Bang Krisna
Sumargo tentang fakta dan opini. Beliau menerangkan tentang macam-macam fakta ;
fakta peristiwa, fakta opini dan fakta data. Dan macam-macam opini ; opini
narsumber dan opini reporter/penulis/editor. Setelah itu beliau melanjutkan
pembahasan tentang macam-macam reportase : dasar (straight news), madya (news
feature) dan lanjutan (news analysis). Lalu beliau menerangkan tentang unsur
berita (5W + 1H) ; What, Who, When, Where, Why dan How. Bahwa di
setiap berita harus memuat 6 unsur tersebut. Selain unsur tersebut, berita juga
harus memiliki nilai. Nilai berita merupakan hal sangat penting dalam berita. Satu
kata nyentil yang terngiang dalam memori saya ialah “bad news is a good
news”.
Dalam sesi ini pula, bang Krisna menjelaskan
tentang pentingnya vitalitas seorang jurnalis. Yaitu energi dan semangat yang
tiada habis untuk menulis atau meliput berita. Kemudian ada seorang kawan yang
bertanya tentang tips bagaimana menghadapi badmood atau blank ketika akan
meliput dan menulis berita bagi jurnalis muda. Beliau memberi saran agar ketika
kita ada dalam kondisi badmood atau blank, maka kita harus mengambil jeda
sejenak untuk mengistirahatkan pikiran. Kemudian, setelah emosinya sudah
kembali normal, kita bisa melanjutkan untuk menulis kembali.
Saya juga bertanya tentang bagaimana
menyikapi fenomena saat ini, tentang judul berita yang sangat menarik namun
berita tersebut tak memiliki nilai. Atau saat ini sering disebut clickbait.
Beliau menjawab bahwa clickbait adalah melanggar aturan jurnalistik dan
itu tidak boleh dilakukan. Namun untuk konten berita yang isinya masih ada
beberapa hal yang ditulis di judul, maka masih bisa ditolerir.
Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB dan
training hari pertama ditutup dengan berdoa bersama kemudian menyanyikan lagu
mars Tribun. Satu hari yang cukup menguras banyak tenaga dan pikiran. Namun saya
sangat senang karena bisa belajar banyak hal hari ini. Perjalanan menjadi
seorang jurnalis muda masih akan terus berlanjut. Materi-materi di traning ini akan
kami lahap dan kami terapkan untuk ke depannya. (Farid)
0 comments